Sabtu, 09 Agustus 2014

Nike Bajak Jakarta 2013

Gerombolan merah. Bersama Citra, diambil oleh Girindra.
 Bajak Jakarta 2013 yang diselengarakan oleh Nike Indonesia adalah salah satu racing event yang terpopuler di Jakarta. Sebelumnya ada beberapa, salah satunya Adidas King of the Road. Tapi saya memilih event Bajak Jakarta 10K 2013 karena saya merasa animonya lebih besar.

Di race ini saya merasa lebih santai dan agak acuh tak acuh. Enggak pengen event ini jadi a big deal. Tujuan utama mengikuti balap ini adalah supaya tahu rasanya event lari yang digarap dengan serius.

Yang paling saya suka di Bajak Jakarta 2013 ini adalah jersey dan fisnisher tee-nya. Terdesain dengan baik dan rapi. Jadi kalau dikenakan sehari-hari tidak kelihatan norak.

Hal lain yang seru, saya dan Citra mencoba jalur lari untuk Bajak Jakarta beberapa hari sebelum race-nya berlangsung. Sehari sesudahnya, juga dilakukan oleh Arsy dan Uthy. It's kind a fun to recon before the actual race. Dan ternyata memang berguna, di hari H jadi tidak terkaget-kaget lagi dengan jalurnya.

Berlumur darah. Lunar Swift 2010.


Saya juga berlari dengan tiga jahitan di tulang kering ketika race berlangsung. Jahitan itu saya dapatkan karena terjeblos ke parit saat berlatih di pagi hari yang masih gelap seminggu sebelum race. Darah mengalir deras dari luka di tulang kering karena menghantam dan terparut tutup parit. Terpaksa saya pulang dengan taksi, membersihkan luka, lalu berangkat ke instalasi gawat darurat di sebuah rumah sakit. Untungnya, beberapa hari kemudian dokter memberikan ijin kepada saya untuk tetap mengikuti race. That was awesome.

Setalah Bajak Jakarta 2013, saya merasa lari akan menjadi bagian penting dalam sisa hidup saya.

BajakJakarta2013
76187
1:00:16

Jumat, 09 Mei 2014

Batas

Sudah setahun saya rutin berlari. I mean, seriously train. Ada beberapa target yang ingin saya capai tahun ini. Tapi tampaknya, saya harus bersabar untuk mencapainya.

But I have to be proud of my self. Sebelumnya, saya tak pernah membayangkan bisa menggilas aspal sejauh 30 kilometer. Tak pernah bermimpi naik-turun gunung Gede tek-tok dalam 8 jam.

Pertanyaannya tentu, "Kenapa?"
Jawabannya, "Badan sudah protes."

Banyak pelari akhirnya cedera, ambruk, bahkan kehilangan nyawa karena terlalu keras berlatih. I don't want to be those people. Jadi saya memutuskan untuk menginjak pedal rem.

Meanwhile, tampaknya artikel ini menarik untuk dibaca. Dan situs ini untuk merencanakan dan atau menghitung latihan lari dalam jarak tertentu.

Sabtu, 26 April 2014

Virgin 10K Race

Medali unik. Ternyata senang juga.

Virgin 10K race a.k.a. balap 10 kilometer pertama.
"Setidaknya sekali dalam seumur hidup, ikutilah race," ucap saya kepada diri sendiri. Alasannya, enggak ingin jadi orang yang berkomentar tanpa pernah mencoba hal yang saya komentari. Dalam hal ini balap lari 10 kilometer.

Balapnya, pilih seadanya saja, kebetulan ada Jakarta Heart Run di tanggal 13 Oktober 2013. Dalam rangka World Heart Day yang diselenggarakan oleh Yayasan Jantung Indonesia bersama Allianz Indonesia. Tanpa pikir panjang, daftar, bayar, ambil race pack.

Beberapa hari sebelum Hari-H, berbagai situs saya browse untuk mencari berbagai tips and tricks sebelum, sesaat, dan sesudah race. Mulai dari menyiapkan perlengkapan racetermasuk bib, seragam, celana, kaos kaki, dan sepatu. Sampai nge-charge telepon seluler pun tak lupa.

Soal makanan, saya sok-sok'an carboloading. Tapi apa yang terjadi? Malah tak bisa tidur karena kekenyangan. Pagi-pagi buta harus ke kamar kecil. Dan... ketika sampai di venuemalah lapar lagi. Ini pasti ada yang salah. Lebih salah lagi, saya malah makan junk food—fast food seandainya ingin lebih halus.

Parkir enggak ada masalah. Kalau mau balap di Gelora Bung Karno, tampaknya f(X) menjadi pilihan yang  pas. Jalan sedikit tak masalah. Apalagi area parkir buka 24 jam. Plus adashower!

Soal venue, nah ini gawatnya. Saking ngantuk dan limbungnya, saya enggak ingat hal-hal dalam venue. Cuma ingat berganti baju lalu menitipkan tas di penitipan tas, langsung terus ke starting line.

Ingat soal anxiety di tengah keramaian? Untuk menghindarinya, saya terus-terusan menatap aspal dan mendengarkan dentuman musik dari earphone. Lupa musik apa.

Semuanya terlupa, sampai panitia mengingatkan sudah hampir waktunya gun time. Karena penasaran ingin melihat pelari-pelari elite, saya berusaha menerobos sedekat mungkin dengan starting line. Tak berapa lama lalu, "Dor!" Kira-kira pukul 06.30 di pagi yang terik.

Para runners berhamburan menerobos garis start. Pelari elite yang diberikan tempat khusus di depan sekejap hilang dari pandangan mata. Melesat bagai anak panah. Dalam benak saya, "Mereka itu lari apa terbang?"

Seperti salah satu ikan dalam kerumunan ikan teri, saya terbawa ikut berlari sekuatnya. Sekuat-kuatnya. Hingga garis finish.

Yang terpatri dalam ingatan hingga kini ada dua hal, silau dan panas. Silau matahari memerihkan bola mata. Panas merambat dari telapak kaki ke betis, lutut, lalu paha. Dalam dada, panas juga menjalar. Dari jantung, paru-paru, tenggorokan, kerongkongan, dan lubang hidung. The race was painful.

Lalu setelah finish, kelelahan menumpuk di bahu dan punggung. Saya lalu berganti pakaian, lalu pulang. Enggak bersosialisasi dulu? Enggak. Enggak kuat dan saat itu, sengaja race diam-diam. Ingin jadi penonton saja.

Sampai rumah, kelelahan rupanya belum hilang. Setelah beberapa saat perut mengeras, kepala pusing, dan kemudian limbung. Pikiran saya mengatakan cuma dua penyebabnya, "Adrenalin mulai turun dan dehidrasi." Lalu saya berusaha untuk kembali pulih dengan beristirahat dan minum air putih. Baru sore hari saya pulih.

Untungnya, saya yang pelupa ini terbantu dengan aplikasi Nike+ yang mencatat segala gerak-gerik saya selama race berlangsung. Silakan klik untuk melihat bagaimana saya berlari ketika itu.

Not as strong as I wanted to be. But at least I raced myself. Untungnya saya tidak kapok.

Jakarta Heart Run 2014
1096
1:10:20.4

Sabtu, 29 Maret 2014

Alasan untuk Ikut Race



Do you like race? Jawabannya, "Enggak."

Kalau ikut race a.k.a. balap, artinya saya harus bangun terlalu pagi. Setidaknya untuk standar saya. Tidurnya pun tak nyenyak karena cemas soal race day. Gelisah.

Menyetir ke venue dalam kondisi mengantuk namun harus waspada karena di waktu-waktu berangkat race, para pengendara yang kelelahan dan yang dalam pengaruh alkohol juga pulang ke tempat tinggal masing-masing. Sampai venue, harus mencari parkir yang aman lalu menitipkan barang-barang ke panita.

Sampai di tempat, harus segera bersalin ke pakaian race. Memeriksa seragam, bib, gelang keikutsertaan, dan lain sebagainya. Gawatnya, karena excited, pasti kebelet ke kamar kecil di saat-saat yang menyebalkan. Misalnya, sudah bergerak ke starting line lalu kandung kemih mendadak terasa penuh, letak wc ternyata jauh, dan... antriannya sudah mengular di depan toilet.

Di starting line, harus berdesak-desakan menerobos kerumunan orang supaya mendapatkan tempat yang lega dan leluasa., supaya mendapatkan posisi yang tak terlalu di buntut kerumunan. Dalam kerumunan, seringkali saya harus menatap tanah. Alasannya, saya sering terserang anxiety ketika di berada di tengah-tengah orang banyak. Kalau berkembang jadi panik, that would be shit.

Ketika count down di mulai, itulah saat-saat ketenangan mulai tumbuh dalam hati. Saya akan mengucapkan, "I'll see you at the finish line," kepada yang menemani saya di garis start. Kemudian semua kekhawatiran hilang ketika mendengar suara yang ditunggu-tunggu itu, "Dor!"

Run like all hell break loose!

Semua yang saya khawatirkan hilang begitu saja. Tertinggal di jejak-jejak yang saya tinggalkan, terbasuh keringat yang mengucur deras, terbang terhembus nafas yang terengah-engah. Lalu lupa. Lalu trance.

Tersadar kembali ketika menerobos garis finis, gerbang timer. Wah, sudah selesai....

Saya pasti membalikkan badan, menunggu teman-teman yang juga ikut race. Melempar senyum dan bertepuk tangan memberi puji saat mereka melewati finish line. Rasanya enak. Senang berhasil finish enggak sendirian. Senang rasanya melihat mereka juga merasakan suatu kegembiraan, yang entah apa.

Tampaknya, biarpun saya enggak suka balap, alasan itu membuat saya sesekali rindu untuk kembali mengikuti race.

Sabtu, 25 Januari 2014

Alasan Pelari untuk Terus Berlari

Masing-masing pelari memiliki alasan untuk terus berlari. Ada runner, sebutan populer pelari, yang berlari untuk menurunkan berat badan demi menjaga kesehatan. Ada yang ingin menyelesaikan jarak tertentu dan finish sesuai harapan. Ada yang ingin memperbaiki rekor dan memecahkan personal best.

Lalu alasan terus berkembang. Berawal dari lari di sekitar komplek tempat tinggal. Dilanjutkan ke pusat-pusat kebugaran dan gym. Mulai ikut kompetisi 5K dan 10K. Lalu bercita-cita ikut half marathon, marathon, ultra marathon, ultra trail marathon, dan seterusnya.

Namun saya tak berlari untuk alasan-alasan itu. Hal-hal itu adalah bonus. Selain itu saya tak berani menganggap diri saya seorang runner—setidaknya belum.

Inilah alasan saya.

Keluarga, circa akhir 2012