Sabtu, 26 April 2014

Virgin 10K Race

Medali unik. Ternyata senang juga.

Virgin 10K race a.k.a. balap 10 kilometer pertama.
"Setidaknya sekali dalam seumur hidup, ikutilah race," ucap saya kepada diri sendiri. Alasannya, enggak ingin jadi orang yang berkomentar tanpa pernah mencoba hal yang saya komentari. Dalam hal ini balap lari 10 kilometer.

Balapnya, pilih seadanya saja, kebetulan ada Jakarta Heart Run di tanggal 13 Oktober 2013. Dalam rangka World Heart Day yang diselenggarakan oleh Yayasan Jantung Indonesia bersama Allianz Indonesia. Tanpa pikir panjang, daftar, bayar, ambil race pack.

Beberapa hari sebelum Hari-H, berbagai situs saya browse untuk mencari berbagai tips and tricks sebelum, sesaat, dan sesudah race. Mulai dari menyiapkan perlengkapan racetermasuk bib, seragam, celana, kaos kaki, dan sepatu. Sampai nge-charge telepon seluler pun tak lupa.

Soal makanan, saya sok-sok'an carboloading. Tapi apa yang terjadi? Malah tak bisa tidur karena kekenyangan. Pagi-pagi buta harus ke kamar kecil. Dan... ketika sampai di venuemalah lapar lagi. Ini pasti ada yang salah. Lebih salah lagi, saya malah makan junk food—fast food seandainya ingin lebih halus.

Parkir enggak ada masalah. Kalau mau balap di Gelora Bung Karno, tampaknya f(X) menjadi pilihan yang  pas. Jalan sedikit tak masalah. Apalagi area parkir buka 24 jam. Plus adashower!

Soal venue, nah ini gawatnya. Saking ngantuk dan limbungnya, saya enggak ingat hal-hal dalam venue. Cuma ingat berganti baju lalu menitipkan tas di penitipan tas, langsung terus ke starting line.

Ingat soal anxiety di tengah keramaian? Untuk menghindarinya, saya terus-terusan menatap aspal dan mendengarkan dentuman musik dari earphone. Lupa musik apa.

Semuanya terlupa, sampai panitia mengingatkan sudah hampir waktunya gun time. Karena penasaran ingin melihat pelari-pelari elite, saya berusaha menerobos sedekat mungkin dengan starting line. Tak berapa lama lalu, "Dor!" Kira-kira pukul 06.30 di pagi yang terik.

Para runners berhamburan menerobos garis start. Pelari elite yang diberikan tempat khusus di depan sekejap hilang dari pandangan mata. Melesat bagai anak panah. Dalam benak saya, "Mereka itu lari apa terbang?"

Seperti salah satu ikan dalam kerumunan ikan teri, saya terbawa ikut berlari sekuatnya. Sekuat-kuatnya. Hingga garis finish.

Yang terpatri dalam ingatan hingga kini ada dua hal, silau dan panas. Silau matahari memerihkan bola mata. Panas merambat dari telapak kaki ke betis, lutut, lalu paha. Dalam dada, panas juga menjalar. Dari jantung, paru-paru, tenggorokan, kerongkongan, dan lubang hidung. The race was painful.

Lalu setelah finish, kelelahan menumpuk di bahu dan punggung. Saya lalu berganti pakaian, lalu pulang. Enggak bersosialisasi dulu? Enggak. Enggak kuat dan saat itu, sengaja race diam-diam. Ingin jadi penonton saja.

Sampai rumah, kelelahan rupanya belum hilang. Setelah beberapa saat perut mengeras, kepala pusing, dan kemudian limbung. Pikiran saya mengatakan cuma dua penyebabnya, "Adrenalin mulai turun dan dehidrasi." Lalu saya berusaha untuk kembali pulih dengan beristirahat dan minum air putih. Baru sore hari saya pulih.

Untungnya, saya yang pelupa ini terbantu dengan aplikasi Nike+ yang mencatat segala gerak-gerik saya selama race berlangsung. Silakan klik untuk melihat bagaimana saya berlari ketika itu.

Not as strong as I wanted to be. But at least I raced myself. Untungnya saya tidak kapok.

Jakarta Heart Run 2014
1096
1:10:20.4